pasang iklan disini (atas
kumpulan dongeng anak indonesia
Add caption |
Aini
berulang tahun. Ia gadis kecil yang manis. Hari ulang tahunnya
dirayakan dengan pesta kecil yang meriah. Halaman belakang rumahnya
dihiasi banyak balon, pita, dan bunga-bunga. Hiasan itu pemberian dari
Bibi Anya, adik ibunya. Taman kecil di belakang rumah itu jadi indah
sekali.
Pesta
ulang tahun itu diisi doa. Mereka berdoa agar Aini selalu diberi
kebahagiaan. Lalu nyanyian selamat ulang tahun yang ramai. Barulah acara
makan yang menyenangkan. Ulang tahun yang melelahkan, tapi
menyenangkan. Aini
menerima banyak kado. Bungkus dan pita-pitanya sangat indah, Setelah
pesta selesai, Aini membuka kado-kado itu, satu persatu. Hadiahnya
macam-macam. Ada banyak buku cerita, pensil warna, sepatu, boneka, topi,
dan banyak lagi. Aini senang sekali. Namun
masih ada satu kado yang belum dibukannya. Apa itu? Kado itu cukup
besar, dibungkus kain biru nan indah. Aini tak sabar membukanya. Hop!
Aaah, sebuah sangkar keperakan. Di dalamnya ada seekor burung yang
cantik. Bulu burung itu berwarna merah, kuning, dan hijau. Aini kaget
melihatnya. Namun kemudian ia merasa senang, karena burung itu sangat
cantik. “Kau
kunamai Mungil,” kata Aini pada burung itu. Aini merasa, itulah hadiah
ulang tahun yang paling indah. Ia kemudian menaruh Mungil dan sangkarnya
di meja taman. Halaman belakang yang ditumbuhi bunga dan pohon tinggi.
“Oh, Mungil, menyanyilah,” pinta Aini, setiap ia mengengok burung kecil
itu. Namun burung itu tak mau menyanyi. “Oh, burung yang lucu,
menyanyilah,” pinta Aini lagi. Mungil masih saja diam. Ia seperti sedang
bersedih. “Mungil sayang, apakah engkau bersedih?” tanya Aini. Burung
itu mengangguk. “Apakah engkau ingin keluar dari sangkarmu?” tanya gadis
kecil itu. Burung itu mengangguk lagi. “Baiklah, kau akan kulepaskan,”
kata Aini. Ia membuka pintu sangkar. Brrrr… Mungil pun terbang. Kepak
sayapnya sangat indah. “Selamat jalan, Pelangiku,” kata Aini.
Ia
sedih karena kehilangan burung kesayangannya. Ia pun mulai kelihatan
murung. Pengasuhnya jadi sedih melihat Aini seperti itu. “Pakailah topi
ini. Kau akan kelihatan seperti seorang putri,” katanya. Ia
memeperlihatkan sebuah topi lebar hadiah ulang tahun dari ayahnya. Aini
menggeleng. “Aku kangen pada Mungil,” katanya. “Oh, itukah nama burung
itu?” tanya pengasuh. Aini mengangguk. “Apakah engkau melepaskan
Mungil?” sang pengasuh bertanya lagi. “Ya, karena aku tak ingin Mungil
bersedih. Ia tak mau tinggal dalam sangkar.” “Kalau begitu jangan sedih,
Aini. Mungil pasti sedang bergembira. Ia terbang sekarang. Ia senang
melihat pemandangan dari angkasa. Kau tahu, Aini sayang. Burung sangat
suka terbang,” katanya. “Benarkah ia bahagia?” tanya Aini. “Aku yakin,
Aini. Suatu hari, Mungil akan datang. Ia akan berterima kasih padamu.
Karena engkau melepaskannya,” kata pengasuhnya. Pengasuh Aini benar.
Esok harinya, Mungil datang menjumpai Putri. Burung itu berdiri di atas
cabang pohon. Sayapnya dikepakkan. Lalu Mungil bernyanyi, “Trilili
tralala… trilili tralala…” Aini terkejut. Namun ia senang sekali. Ia
senang melihat burung itu hinggap di cabang pohon. “Burung kecilku, kau
kembali!” serunya. Semenjak itu Mungil datang setiap pagi. Aini pun
selalu menyambutnya dengan gembira. Mungil selalu berkicau dengan indah.
Akhirnya Aini dan Mungil sama-sama bahagia
0 comments